Thursday, August 27, 2015



 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ 
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. 
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ 
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 
 اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى. 
 اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ. 
 رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاَّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ 
 رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
 رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ


إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ ب الله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
  والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين
أما بعد
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا 
فقال الله تعالى في كتابه الكريم 
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًاوَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Friday, April 24, 2015

Martabak Buah

Martabak merupakan salah satu kudapan yang mudah ditemui di Kota Bandung. Hampir disetiap sudut kota, ada penjual martabak. Mereka biasanya menjual martabak manis dan asin dengan harga bervariasi, mulai dari harga yang murah hingga harga yang mahal. Martabak manis dijual dengan  berbagai variasi toping, seperti toping keju, cokelat, pisang, kacang, durian, dan toping tapai ketan. Begitu juga dengan martabak asin, ada beberapa varian isi seperti spesial dan super.

Saat ini, ada varian baru martabak manis yang topingnya buah-buahan. Sebelum kita mengupas seperti apa kreasi martabak dengan toping buah-buahan nan segar, ternyata sejarah tentang hadirnya martabak di Bandung layak untuk diketahui. Berawal dari hadirnya seorang perantau dari Sungailiat, Bangka, bernama Bong Kap Tjoen datang ke Bandung saat berusia 20 tahun. Awalnya, ia berniat membantu usaha makanan milik abangnya di Jalan Emung. Saat itu dikawasan Alun-alun Bandung sudah ada perantau dari Bangka yang berjualan hok lo pan. Kebetulan penjualnya masih saudara jauh Bong Kap Tjoen. Bong Kap Tjoen muda pun tergerak untuk memulai usaha sendiri dengan membuat kue yang sama. Bong Kap Tjoen memebuat sebuah gerobak, lalu berjualan hok lo pan. Ia sengaja mencari tempat yang agak jauh dari Alun-alun, agar tidak bersaing dengan saudaranya yang sudah lebih dulu berjualan kue itu. Ia memilih lokasi di Jalan Gatot Subroto. Suasana Kota Bandung yang dingin membuat hok lo pan buatan  Bong Kap Tjoen laris manis.

Bong Kap Tjoen yang kreatif membuat variasi baru penampilan kuenya. Selain ditaburi wijen dan kacang tanah, ia memperkenalkan hok lo pan dengan taburan kacang dan cokelat butir (meises). Bong Kap Tjoen menambahkan susu kental manis supaya rasa kuenya semakin ''mak nyuss''. Sentuhan ini berhasil membuat kue buatan Bong Kap Tjoen makin populer, lalu ia memindahkan gerobaknya ke dekat perempatan, tepatnya di sekitar Monumen Tank Waja. Larisnya usaha Bong Kap Tjoen menginspirasi penjual lain sehingga kawasan itu ramai dengan gerobak-gerobak makanan.

Dari pengakuan Nyonya  Francisca, isteri almarhum Bong Kap Tjoen, ia tidak ingat siapa sebenarnya yang memperkenalkan istilah martabak manis sebagai sebutan baru hok lo pan. Mungkin istilah itu diperkenalkan oleh Bong Kap Tjoen, tapi bisa jadi, justru para pelanggannya yang memberi nama tersebut. Selanjutnya martabak manis Bong Kap Tjoen diberi merek "San Francisco'' yang hingga kini populer di Bandung.

Martabak Buah
Selain hadirnya martabak yang sudah cukup melegenda tersebut, ternyata kreasi martabak makin berkembang. Dengan memanfaatkan kesegaran buah-buahan, suguhan martabak unik dengan toping buah-buahan kini cukup menjadi topik hangat untuk para pecinta martabak. Dimana buah-buahan dijadikan sebagai toping martabak manis dan bisa kita temui di Martabak K-Pop di Rumah Musik Harry Roesli (RMHR). Bahkan cara penyajiannya pun berbeda dengan martabak kebanyakan. Martabak K-Pop ini menggunakan piring khas daerah Sumatra.

Menurut pemilik martabak K-Pop, Juan, ide awalnya memang ingin membuat kuliner otentik Indonesia yang berbeda. Mengingat martabak merupakan kuliner khas Indonesia, ia lalu memilih martabak yang sedikit berbeda. ''Martabak saat ini kan sudah banyak, tapi penyajiannya sama, makanya kami pilih martabak dengan nuansa tradisional, yaitu martabak piring yang basic-nya saya lihat di Sumatra,'' kata Juan, belum lam ini.

Adonannya mungkin tidak terlalu berbeda dengan martabak kebanyakan. Hanya saja, cara mengolahnya bukan dalam loyang, tetapi dipanggang di atas piring sehingga ukurannya lebih kecil. Selain itu, ada keunikan yang disajikan, yaitu Juan memilih toping-toping yang tidak umum. Salah satunya dengan toping buah-buahan yang sebelumnya jarang dilirik penjaja martabak lain. ''Untuk martabak buah ada dua varian, yaitu martabak fruity fresh dan martabak cocktail,'' katanya. Lebih jauh ia menjelaskan, kedua varian tersebut memiliki potongan berbagai buah di atasnya. Untuk martabak buah yang di jadikan toping diantaranya kiwi, stroberi dan anggur. Tak hanya itu taburan keju juga dipadukan di atasnya sehingga memberi cit-rasa yang lain dari biasa.

Sedangkan untuk martabak cocktail, buah yang dijadikan toping lebih banyak lagi. Diantaranya apel, pir, peach, serta ceri, tak lupa taburan keju juga dilimpahkan dimartabak ini. ''Sengaja nyari yang enggak mainstream sih. Topingnya juga kami pilih yang masih fresh,'' jelasnya. Untuk menambah kelezatan, kedua martabak tersebut, dilumuri saus lezat di atasnya. Saus yang dipilih adalah saus thousand island dan mayonise untuk mengimbangkan rasa manis. Selain martabak buah, tempat ini juga menawarkan martabak warna warni yang renyah. Toping renyah tersebut didapat dari bahan donut crunchy aneka warna sebagai taburan di atasnya.

Martabak kita memang mainannya ada ditoping. Kalau dari adonan masih sama dengan martabak pada umumnya, yaitu dari tepung, gula, telur, namun kita minimalkan bahan kimia seperti ragi, dan baking soda,'' kata Juan seraya menambahkan, aneka menu martabak ditawarkan dalam dua pilihan, yaitu personal dan large. Martabak personal ditawarkan mulai dari harga Rp20.000, sementara porsi large ditawarkan dari harga Rp35.000.

Wednesday, April 1, 2015

Politik Buya Hamka

A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah sumber utama dan fundamental bagi agama Islam, ia di samping berfungsi sebagai petunjuk (hudan) —antara lain dalam persoalan-persoalan akidah, syari’ah, moral dan lain-lain —juga berfungsi sebagai pembeda (furqān). Sadar bahwa al-Qur’an menempati posisi sentral dalam studi keislaman, maka lahirlah niatan di kalangan pemikir Islam untuk mencoba memahami isi kandungan al-Qur’an yang dikenal dengan aktivitas penafsiran (al-tafsir).

Dalam kaitanya dengan penafsiran al-Qur’an, manusia memiliki kemampuan membuka cakrawala atau perspektif, terutama dalam memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang mengandung zanni al-dilalah (unclear ststement). Dari sini tidak dapat disangsikan terdapat penafsiran yang beragam terkait dengan masalah politik antara lain: pertama, yang menyatakan bahwa al-Qur’an memuat ayat-ayat yang menjadi landasan etik moral dalam membangun sistem sosial politik. Kedua, al-Qur’an sebagai sumber paling otoritatif bagi ajaran Islam, sepanjang terkait dengan masalah politik tidak menyediakan prinsip-prinsip yang jelas, demikian pula dengan as-sunnah. Ketiga, terdapat penafsiran yang menyatakan al-Qur’an mengandung aturan berbagai dimensi kehidupan umat manusia di dalamnya termasuk mengatur sistem pemerintahan dan pembentukan negara Islam. Salah satu dari sekian banyak penafsir yang ada adalah Hamka dengan karyanya Tafsir al-Azhar. Bagaimana epistemologi Hamka dalam usahanya menemukan, mengidentifikasi, dan menafsirkan prinsip-prinsip fundamental dari politik Islam sebagaimana yang terkandung di dalam al-Qur’an adalah pertanyaan yang akan dikaji dalam paper ini.

B. BIOGRAFI HAMKA
Nama lengkap dari Prof. Dr. H. Hamka adalah Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah bin Abdullah bin Soleh, atau yang dikenal dengan panggilan Buya Hamka. Buya Hamka dilahirkan di sebuah perkampungan yang bernama Sungai Batang dekat Danau Maninjau Sumatra Barat. Dia dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 yang bertepatan dengan tanggal 14 Muharam 1326 H. Buya Hamka adalah anak seorang ulama yang terkemuka dan terkenal yaitu Dr. Haji Karim alias Haji Rosul, pembawa faham pembaharu Islam di daerah Minangkabau.

Buya Hamka adalah seorang pujangga, ulama, pengarang, dan politikus. Dia banyak menggubah syair dan sajak, menulis karya sastra, mengarang buku-buku bernafaskan keagamaan. Dia menjadi tempat bertanya dan rujukan berbagai masalah keagamaan. Ia pernah menjadi anggota Dewan Konstituante (dari partai Masyumi) setelah pemilu tahun 1955. Buya Hamka belajar di desanya selama tiga tahun, ia lalu melanjutkan pendidikannya kira-kira tiga tahun pula di sekolah agama di Padang Panjang dan Parabek. Karena bakat dan otodidaknya yang kuat, ia dapat mencapai ketenaran dalam berbagai bidang. Bakatnya dalam bidang bahasa menyebabkan ia dengan cepat dapat menguasai bahasa Arab sehingga ia mampu membaca secara luas termasuk berbagai terjemahan dari tulisan-tulisan Barat. Bakat tulis-menulis tampaknya memang telah dibawanya sejak kecil, yang diwarisinya dari ayahnya, yang selain tokoh ulama juga penulis, terutama dalam majalah al-Munir.

Pada usia tujuh belas tahun, sekitar tahun 1925. Dia telah menerbitkan bukunya yang pertama Khatibul Ummah, yang berarti Khatib dan Umat. Kisah perjalanan naik haji ke tanah suci ditulisnya dalam surat kabar Pelita Andalas. Tahun 1928, ia menerbitkan majalah Kemajuan Zaman dan pada tahun 1932 ia terbitkan pula majalah al-Mahdi.

Kedua majalah tersebut bercorak kesusastraan dan keagamaan. Pada tahun 1936-1943 Hamka menjadi ketua redaksi majalah Pedoman Masyarakat di Medan, sebuah majalah yang pernah mencapai oplag tertinggi sebelum perang dunia kedua. Pada tahun 1959, ia menerbitkan majalah Panji Masyarakat. Pada tahun 1960 dilarang terbit karena menentang politik Soekarno. Bahkan ia sendiri ditangkap dan semua buku-bukunya pun dilarang beredar.

Selama meringkuk dalam tahanan berbagai macam siksaan yang ditimpakan kepadanya, lebih–lebih siksaan yang bersifat mental. Berkat pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT semua siksaan dan penderitaan selama berada dalam tahanan itu juga ada hikmahnya bagi dia. Dimana dia dapat mengarang sebuah kitab Tafsir al–Qur’an yang beliau beri nama “ Kitab Tafsir al – Azhar “ dan sekaligus merupakan sumbangannya yang terbesar bagi umat manusia. Dimana dia berkata: “ Sebaiknya sayalah yang mengucapkan terima kasih kepada yang menahan saya, karena selama dua tahun dalam tahanan dan di rumah sakit persahabatan, saya telah berhasil mengarang Tafsir al–Qur’an yang tidak dapat saya selesaikan dalam tempo 20 tahun diluar tahanan“. Setelah keluar dari tahanan dia lebih banyak mencurahkan dan menyisihkan waktu dalam soal agama saja, seperti memberi kuliah subuh, ceramah melalui RRI, TVRI dan membina Masjid Agung al–Azhar dengan sebagai imam besar.

Pada tahun 1967 dia direhabilitasi oleh presiden Suharto dan larangan menyebarkan buku–buku karangannnya dicabut kembali sedangkan dalam organisasi Muhammadiyah sejak tahun 1971. dia ditetapkan menjadi penasehat pimpinan pusat Muhammadiyah sampai akhir hayat. Berkat ilmu pengetahuan yang didapati dengan cara belajar sendiri, maka pada tanggal 8 Juni 1974 Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Melaysia Kuala Lumpur.

Pada bulan Juni 1975 berdirilah MUI dan Buya Hamka terpilih menjadi ketua pertama sampai tahun 1981 dia meletakkan jabatan setelah heboh soal fatwa haram mengenai kehadiran umat Islam dalam perayaan Natal.

Disamping terkenal sebagai ulama besar, dia juga terkenal sebagai pengarang yang sangat produkif hampir seluruh waktunya dicurahkan pada dunia tulis–menulis. Di dunia tulis–menulis ia rintis pada usia yang relatif muda yaitu pada usia 17 tahun. Dia sudah berhasil mengarang sebuah buku, satu keistimewaan dia dalam menulis, hasil karya–karyanya enak dibaca karena di dalamnya disertai bahasa yang indah dan menawan setiap pembaca. Disamping itu juga mudah pula dipahami maksud isinya. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan pembaca buku– buku Buya Hamka tidak bosan, banyak sekali buku–buku yang dia karang meliputi berbagai ilmu antara lain: sejarah, filsafat, tasawuf , fiqih, roman dan lainnya. Hamka telah mengarang buku kurang lebih sebanyak 150 buah buku sebagaimana yang tertera di dalam buku perjalan terakhirnya disebutkan: “Dari semenjak menciptakan buku “ Khatibul Ummah “ yang merupakan buku agama pertama dibuatnya dengan menggunakan bahasa arab sampai pada buku yang paling besar dan terakhir ialah : “ Tafsir al–Qur’anul Karim al–Azhar “ tidak kurang 113 buku sedangkan buku–buku lainnya dari sejak “ Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah “ roman yang bernafaskan agama Islam sampai pada politik, filsafat, yang telah dimuatnya mencapai 150 buku.

C. METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR
Tiap–tiap tafsir pasti memberikan suatu corak atau haluan dari penafsirnya, seperti halnya dalam Tafsir al-Azhar ini. Dalam penafsirannya Buya Hamka memelihara sebaik mungkin antara naql dan akal, dirayah dengan riwayah dan tidak semata–mata mengutip atau menukil pendapat orang terdahulu, tetapi mempergunakan pula tujuan dan pengamalannya. Oleh sebab itu, Tafsir al-Azhar ini ditulis dalam suasana baru di negara yang penduduk muslimnya lebih besar jumlahnya daripada penduduk muslim di negara lain. Maka pertikaian madzhab tidaklah dibawa, juga tidak ta’asub (fanatik) kepada suatu faham, melainkan mencoba segala upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna lafadz bahasa Arab ke dalam bahas Indonesia serta memberi kesempatan orang buat berfikir.

Tafsir al-Azhar adalah tafsir yang berkombinasi antara bil ma’tsur dan bil ra’yi, sebagaimana ia katakan bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an ia menganut madzhab salaf yaitu madzhab Rasulullah dan para sahabat serta ulama-ulama yang mengikuti jejaknya. Dalam hal ibadah dan aqidah dia memakai pendekatan taslim, artinya menyerahkan dengan tidak banyak bertanya, melainkan meninjau mana yang lebih baik dan lebih dekat kepada kebenaran untuk diikuti dan meninggalkan yang jauh menyimpang. Tidaklah nabi mengikat dengan satu cara yang sudah nyata tidak akan sesuai dengan perkembangan zaman. Ijtihad dalam hal ini adalah solusinya dengan jalan bermusyawarah, yakni memungut suara serta mengambil keputusan atau dalam bahasa sekarang disebut prosedur sidang. Sebab dalam masyarakat mesti ada syūra.

D. POLITIK DALAM TAFSIR AL-AZHAR
1. Masalah Syūra
Hamka dalam karyanya tidak memberikan definisi secara jelas tentang syūra. Ia menjelaskan bahwa al-Qur’an dan hadis tidak memberikan informasi detail tentang bagaimana melakukan syūra. Sebagai bahan pertimbangan Rasulullah dalam hal ini memakai menteri-menteri utama seperti Abu Bakar, Umar, dan menteri tingkat kedua yakni Usman dan Ali, kemudian terdapat enam menteri lain, serta satu menteri ahli musyawarah dari kalangan Anshar. Islam menurut Hamka telah mengajarkan pentingnya umat mempraktikkan sistem syūra ini. Sementara itu, teknik pelaksanaanya tergantung pada keadan tempat dan keadaan zaman.

Sementara itu, menurut Hamka dalam Qs: as-Syura ayat 38 mengandung penjelasan bahwa kemunculan musyawarah disebabkan karena adanya jamaah. Dalam melakukan shalat diperlukan musyawarah untuk menentukan siapa yang berhak untuk menjadi imam. Dengan demikian, menurut Hamka dasar dari musyawarah telah ditanamkan sejak zaman Makah. Sebab, ayat ini (al-Qur’an surah as-Syura) diturunkan di Makkah. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa dalam menjalankan musyawarah harus didasarkan pada asas al-maslahat. Nabi dalam hal ini menegaskan segala urusan terkait dengan dunia, misal masalah perang, ekonomi, hubungan antar sesama manusia dibangun atas dasar timbangan maslahat dan mafsadat-nya.

Hamka dalam hal ini mengkontekstualkan ayat al-Qur’an tentang syūra dalam konteks keindonesiaan. Menurutnya, bangsa Indonesia dapat memilih sistem pemerintahan dalam bentuk apapun untuk menjalankan roda pemerintahan, tetapi tidak boleh meninggalkan sistem sura yang didasarkan atas maslahat. Sampai di sini dapat dikatakan bahwa maslahat adalah prinsip dasar dalam melakukan syūra yang wajib dilakukan oleh setiap bangsa dan negara.

2. Masalah Negara dan Kepala Negara
Hamka menyatakan bahwa suatu umat adalah semua kaum yang telah terbentuk menjadi suatu masyarakat atau kelompok, mereka menjadi satu atas dasar persamaan keyakinan. Adapun tegak berdirinya suatu negara atau kekuasaan dimulai sejak manusia mengenal bermusyawarah dan bernegara, sedangkan kekuasaan dengan segala bentuknya adalah milik Allah, yang telah menjadikan manusia sebagai pemimpin atau khalifah dalam menjalankan kekeuasaan tersebut, yang dibarengi dengan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah dalam nash.

Dalam keyakinan Islam, manusia mengatur negara bersama-sama atas kehendak Tuhan. Pengangkatan presiden, sultan, raja harus berada di bawah kekuasaan Tuhan yang dijelaskan dalam nash, Hamka menyebutnya dengan “Demokrasi Taqwa”. Majunya suatu kelompok masyarakat adalah manakala mereka memegang teguh peraturan-peraturan Allah, dan runtuhnya masyarakat manakala mereka meninggalkan-Nya. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi keruntuhan itu.

Sementara itu, terkait dengan syarat bagi seorang pemimpin (kepala negara), Hamka menyatakan ada dua hal yang harus dipenuhi seorang pemimpin. Pertama, ilmu yakni ilmu tentang kepemimpinan. Kedua, badan, yakni sehat, dan baik penampilannya sehingga memunculkan simpati. Ditambahkan pula bahwa pemimpin tersebut haruslah beragama Islam agar tidak menimbulkan instabilitas dan keruntuhan kaum muslim.

Lebih lanjut, Hamka menjelaskan bahwa tugas seorang pemimpin adalah meramaikan bumi, memeras akal budi untuk mencipta, berusaha, mencari, menambah ilmu, membangun kemajuan dan kebudayaan, mengatur siasat negeri, bangsa dan benua.

3. Masalah Hubungan Agama dan Negara
Islam adalah suatu ajaran dari langit, mengandung syari’at dan ibadah, muamalat (kemasyarakatan), dan kenegaraan. Semua datang dari satu sumber, yakni tauhid. Tauhid tidak boleh dipisahkan, misal hanya melakukan shalat saja, sementara kenegaraan diambil dari ajaran lain. Jika ada keyakinan bahwa ada ajaran lain untuk mengatur masyarakat yang lebih baik dari Islam, maka kafirlah orang tersebut, meskipun orang itu masih melaksanakan shalat lima waktu. Hal ini tidak aneh, sebab tauhid bagi Hamka adalah pembentuk bagi tegak dan teguhnya suatu bangsa.

Hamka ketika menafsirkan QS: al-Baqarah (2): 283, beliau menyimpulkan bahwa antara Islam dan negara adalah satu kesatuan, tidak ada yang dapat memisahkan urusan dunia dan agama bahkan dalam kaitannya dengan masalah urusan muamalah, hubungan manusia dengan manusia yang lain (hukum perdata).  Sebab, Islam menghendaki hubungan yang lancar dalam segala urusan. Pendapatnya ini juga ditemukan dalam tulisannya yang lain bahwa dalam sejarah Islam tidak pernah ditemukan pemisahan antara agama dan negara.

E. ANALISIS
1. Masalah Syūra
Istilah Syūra berasal dari kata شاور- يشاور (sya@wara-yusyāwiru) yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu. تشاور (tasyāwara) berarti saling berunding, saling tukar pendapat. Secara lugawi (bahasa) Syūra berarti permusyawaratan, hal bermusyawarah atau konsultasi. Sedang menurut istilah berarti sarana dan cara memberi kesempatan pada anggota komunitas yang mempunyai kemampuan membuat keputusan yang sifatnya mengikat baik dalam bentuk peraturan hukum maupun kebijaksanaan politik. Menurut Abu Faris syūra adalah pemutarbalikan bernagai pendapat dan arah pandangan yang terlempar tentang suatu masalah, termasuk pengujianya dari kaum cendekiawan, sehingga mendapat gagasan yang benar, dan baik, sehingga dapat mrncerminkan konklusi yang paling baik.

Konsep syūra sendiri menurut Fazlur Rahman senyatanya merupakan suatu proses di mana setiap orang harus saling berkonsultasi dan mendiskusikan persoalan secara konstruktif dan kritis untuk mencapai tujuan bersama. Semua itu diletakkan dalam kerangka nilai keadilan, kesederajatan, dan pertanggungjawaban sehingga tujuan yang ingin dicapai benar-benar bersifat obyektif dan independen. Menurut Munawir Sjadzali, dalam bukunya “Islam dan Tata Negara” menyebutkan musyawarah merupakan petunjuk umum dalam menyelesaikan masalah bersama, soal teknisnya tidak ada pedoman baku, maka ijtihad merupakan jalan keluarnya QS: Aali Imran (3):159, QS: as-Syūra (42):38.
Islam dalam hal ini sangat menekankan kepada umatnya untuk mengembangkan konsep syūra dalam mengangkat dan menyelesaikan berbagai persoalan yang bersentuhan dengan persoalan publik, terutama masalah politik yang dalam realitasnya memiliki sisi-sisi yang sangat rentan konflik. Dengan demikian, konsep syūra ini adalah termasuk prinsip-prinsip dasar yang terkait erat dengan masalah negara dan pemerintahan serta hubungan dengan kepentingan rakyat yang dalam kacamata al-siyasah al-syari’ah meliputi tiga aspek utama. Pertama al-dusturiyyah, meliputi aturan pemerintahan prinsip dasar yang berkaitan dengan pendirian suatu pemerintahan, aturan-aturan yang terkait dengan hak-hak pribadi, masyarakat dan negara. Kedua, kharijiyyah (luar negeri), meliputi hubungan negara dengan negara yang lain, kaidah yang mendasari hubungan ini, dan aturan yang berkenaan dengan perang dan perdamaian. Ketiga, maliyyah (harta), meliputi sumber-sumber keuangan dan perbelanjaan negara.

Berdasarkan tiga teori ini, maka konsep Hamka tentang syūra masuk dalam kategori dusturiyyah. Sebab, ia berdasarkan QS: as-Syūra (42):38 memandang syūra sebagai pokok dan asas pemerintahan dalam pembangunan masyarakat dan negara Islam. Ayat ini pada akhirnya menjadi refernsi yang urgen dalam teori politik Islam, khususnya terkait dengan suksesi kepemimpinan dalam Islam, seperti teori ahl al-hall wa al-‘aqd (anggota parlemen).

2. Masalah Negara dan Kepala Negara
Tauhid bagi Hamka adalah dasar bagi pembentukan dan persatuan suatu bangsa. Pandangan Hamka ini menurut penulis dipengaruhi oleh teori “Theo-Demokrasi”nya al-Maududi. Kepala negara atau masalah kepemimpinan adalah masalah yang rentan dengan konflik. Kepemimpinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-khilāfah, sedangkan pemimpin disebut dengan al-khali@fah. Arti primer kata khalifah, yang bentuk pluralnya khulafā dan khalāif berasal dari kata khalafa, adalah “pengganti”, yakni seseorang yang mengantikan tempat tempat orang lain dalam beberapa persoalan. Menurut Al-Raghib khilāfah adalah mengantikan yang lain, ada kalanya karena absennya yang digantikan, mati, atau karena ketidakmampuan yang digantikan.
Dalam kamus dan ensiklopedi berbahasa Inggris khalifah berarti wakil (deputy), penggantian (successor), penguasa (vicegerent), titel bagi pemimpin tertinggi komunitas muslim sebagai pengganti nabi. Dalam Ensiklopedi Indonesia diartikan sebagai istilah ketatanegaraan Islam, dan berarti kepala negara atau pemimpin tertinggi umat Islam. Istilah khalifah pertama kali muncul di Arab pra-Islam dalam suatu prasasti Arab abad ke-6 M.  Kata khalifah dalam prasasti ini menunjuk kepada semacam raja atau letnan yang bertindak sebagai wakil pemilik kedaulatan yang berada di tempat lain. Istilah ini dalam kesejarahan Islam digunakan dalam bentuk khalifah ar-Rasul.

Dalam hal ini, pandangan Hamka tentang khalifah sebagai penerus risalah kenabian baik dalam urusan agama dan dunia juga dipengaruhi atas pembacaannya terhadap berbagai naskah-naskah Islam.

3. Masalah Hubungan Agama dan Negara
Para sosiolog teori politik Islam merumuskan tiga teori hubungan antara agama dan negara. Pertama, paradigma integralistik, yakni agama dan negara menyatu (integrated). Pemerintahan diselenggarakan atas dasar “Kedaulatan Illahi” (divine sovereignty). Kedua, paradigma simbiotik, yakni agama dan negara berhubungan secara simbiotik atau timbal balik. Ketiga, paradigma sekularestik dengan mengajukan konsep pemisahan (disparitas) agama dan negara. Paradigma ini memisahkan urusan agama dan urusan negara secara diametral.

Berangkat dari teori ini, maka pandangan Hamka masuk dalam kategori paradigma integralistik. Sebab, ia memiliki pandangan bahwa hubungan antara Islam dan negara adalah satu kesatuan.

F. KESIMPULAN
Teori sosiologi menyebutkan, bahwa terdapat pengaruh nilai-nilai sosial terhadap semua persepsi tentang realitas, teori ini juga menyatakan, bahwa tidak ada praktik penafsiran (act of common to understanding) dapat terhindar dari kekuatan formatif latar belakang (background) dan komunitas paradigma yang dianut oleh seorang penafsir.

Buya Hamka adalah seorang pujangga, ulama, pengarang, dia juga dikenal sebagai politikus yang berseberangan dengan politik pemerintah waktu itu. Oleh karena itu, Hamka ketika ia “menziarahi” ayat-ayat politik, ia berusaha menemukan, mengidentifikasi, dan menafsirkan prinsip-prinsip fundamental dari al-Qur’an dalam kaca mata politik Islam yang dianutnya, tentunya politik yang berbeda dengan kebijakan politik pemerintah. Hal ini tampak dari pemikirannya tentang “Demokrasi Taqwa”, dan hubungan antara agama dan negara yang menyatu.

DAFTAR PUSATAKA

‘Ali as-S}ābuni, Al-Tibyān fi Ulūm al-Qur’ān, Beiru@t: Dār al-Iftikār, 1990.

A. Maftuh Abegebriel N.A. Abafaz dan, Fundamentalisme Hadis”, dalam A. Agus Maftuh Abegebriel dan A. Yani Abeveiro, Negara Tuhan; The Thematic Encyclopaedia, Yogyakarta: SR-Ins Publishing, 2004.

Abdullah Hasan, Ummah or Nation?,Identity Crisis in Contemporary Muslim Society, Leicester: The Islamic Foundation, 1992.

Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Posisi Sentral al-Qur’an dalam Studi Islam”, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian agama; Sebuah pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.

Al-Ah}ām al-Sult}āniyyah (Beiru@t: Dār al-Fikr, t.t.), hlm. 3.

Ali Abd al-Raziq, Al-Isla@m wa Us}u@l al-H}ukm: Bah}s al-Khila@fah al-H}uku@mah fi@ al-Isla@m (Kairo: Mat}baah al-Musya@rakah, 1925.

Al-Maududi, Al-Islām wa al-Madaniyah al-H}adi@sah, al-Qahirah: Dār al-Ansa@r, 1978.

Al-Rāghib al-As}faha@ni, Mu’jam Mufradāt li al-Fāz} al-Qur’ān, Mesir: Must}afa al-Bāb al-Halabi, 1961.

Al-Zarqāni, Manāhil al-‘Irfān fi@ Ulu@m al-Qur’ān, Beiru@t: Dār al-Ikhyā’ al-Kutu@b al-‘Arābiyyah, t.t.

Bernad Lewis, The Political Language of Islam, Chicago: University of Chicago, 1988.

Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Di Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana, 1993.

Fazlur Rahman dalam Islamic Studies Vol. VI, No. 2, 1967.

Grant S. Osborne, The Hermeneutical Spiral, Downers Grore-Illionis: University Press, 1991.

Hamka, Islam Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Jakarta: Pustaka panjimas, 1984.

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pembimbing Masa, 1973.

Harun Nasution (ed.), Ensiklopedi Islam, Jakarta: Depag, 1993.

Ibn Manz}ur, Lisān al-Arab, Beiru@t: Dār S}adhr. Vol.V .t.t.

M. Abdul al-Manar, Pemikiran Hamka, Kajian Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Prima Aksara, 1993.

M. Abdul al-Manar, Pemikiran Hamka, Kajian Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Prima Aksara, 1993.

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994.

Mohammed Arkoun, Rethinking Islam, terj. Yudian W. Asmin dan Lathiful Khuluq, Yogyakarta: 1996.

Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Hakikat Sistem Politik Islam, Yogyakarta: PLP2M, 1987.

Muhammad Ibn Jari@r at-T{abāri, Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wi@l ayi al-Qur’ān, Beiru@t: Dār al-Fikr, 1984.

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993.

Qamaruddin Khan, Al-Mawardi’s Theory of the State, Delhi: Muhammad Ahmad for Idarah Adabiyah, 2009, 1979.

Qamaruddin Khan, The Political Thought of Ibn Taymiyah, Delhi: Adam Publisher & Distributions, 1992.

T.W. Arnold, “Khalifa” dalam M.TH. Houstma, (ed.), First Encyclopedia of Islam, Leiden: E.J. Brill, 1987.

Tim, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichiar baru Van Hoeve, 1982.

Tim, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichiar baru Van Hoeve, 1982.

Monday, January 26, 2015

Albaqarah Ayat 1

الٓمٓ

“Alif – Laam – Miim” (Ayat 1).

Di dalam Al-Quran kita akan beriumpa dengan beberapa Surat yang dimulai dengan huruf-huruf seperti ini:
الٓمٓ     المص     الٓمٓر‌
Alif-laam-miim     Alif-laam-miim-shaad     Alif-laam-miim-raa

Baik penafsir lama, ataupun penafsir jaman-jaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf ini menurut cara mereka sendiri-sendiri, tetapi kalau disimpulkan terdapatlah dua golongan.

Pertama ialah golongan yang memberikan arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin Abbas. Sebagai Alif-lam-mim ini satu tafsir dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama: Alif untuk nama Allah; Lam untuk Jibril dan Mim untuk Nabi Muhammad SAW. Dan tafsir Ibnu Abbas juga mengatakan arti Alif-Lam-Ra ialah Alif berarti Ana, yaitu aku, Lam berarti Allah dan Ra berarti Ara menjadi (Anal-Lahu-Ara): Aku adalah Allah, Aku melihat. Demikianlah setiap huruf-huruf itu ada tafsirnya belaka menurut riwayat yang dibawakan orang daripada Ibnu Abbas.

Menurut riwayat dari al-Baihaqi dan Ibnu Jarir yang diterima dari sahabat Abdullah bin Mas’ud, beliau inipun pernah menyatakan bahwa huruf-huruf Alif-Lam-Mim itu adalah diambil dari nama Allah, malahan dikatakannya bahwa itu adalah darl Ismullahi al Azham, nama Tuhan Yang Maha Agung. Rabi’ bin Anas (sahabat Rasulullah) mengatakan bahwa Alif-Lam-Mim itu adalah tiga kuncl: Alif kunci dari nama-Nya Allah, Lam kunci dari nama-Nya Lathif, Mim kunci dari nama-Nya Majid. Lantaran itu maka tafsir semacam ini pun pernah dipakai oleh Tabi’in, yaltu Ikrimah, as-Sya’bi, as-Suddi, Qatadah, Mujahid, dan al-Hasan al-Bishri.

Tetapi pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf di pangkal Surat itu adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan kita percayai, tetapi Tuhan yang lebih tahu akan artinya. Dan kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan.

Riwayat kata ini diterima dari Saiyidina Abu Bakar as-Shiddiq sendiri, demikian juga dari Ali bin Abu Thalib. Dan menurut riwayat dari Abul Laits as Samarqandi, bahwa menurut Umar bin Khatab dan Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud, semuanya berkata:

    “Di dalam Al-Quran kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan di pangkal beberapa Surat, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan dia“.

Sungguhpun demikian, masih juga ada ahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang rahasia-rahasia huruf-huruf itu. Abdullah bin Mas’ud, dari kalangan sahabat Rasulullah SAW di satu riwayat, berpendapat bahwa beliau sepaham dengan Umar bin Khathab dan Usman bin Affan tadi, yaitu menyatakan tak usah huruf-huruf itu diartikan.

Tetapi riwayat yang lain pernah beliau menyatakan bahwa ALIF LAM MIM adalah mengandung ismullahi al A’zham (Nama Allah Yang Agung). As Sya’bi, Tabi’in yang terkenal, di satu riwayat tersebut bahwa beliau berkata huruf-huruf itu adalah rahasia Allah belaka. Tetapi di lain riwayat terdapat bahwa beliau pernah memberi arti Alif Lam Mim itu dengan Alllahu, Lathifun, Majidun (Allah Maha Halus, Maha Utama).

Ada pula segolongan ahli tafsir menyatakan bahwasanya huruf-huruf di awal Surat itu adalah sebagai pemberitahuan atau sebagai panggilan untuk menarik perhatian tentang Ayat-ayat yang akan turun mengiringinya.

Riwayat yang terbanyak memberinya arti ialah daripada Ibnu Abbas. Adapun perkataan yang shahih daripada Nabi SAW sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidak ada. Kalau ada tentu orang sebagai Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib tidak akan mengeluarkan pendapat bahwa huruf-huruf itu tidak dapat diartikan, sebagai kita sebutkan di atas.

Nyatalah bahwa huruf-huruf itu bukanlah kalimat bahasa, yang bisa diartikan. Kalau dia suatu kalimat yang mengandung arti, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu maka lebih baiklah kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya. Dan jika kita salinkan arti-arti atau tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas atau yang lain-lain, hanyalah semata-mata menyalin riwayat saja, dan kalau kita tidak campur tangan tidaklah mengapa.

Sebab akan mendalami isi Al-Quran tidaklah bergantung daripada mencari-cari arti dari huruf-huruf itu. Apatah lagi kalau sudah dibawa pula kepada arti rahasia-rahasia huruf, angka-angka dan tahun, yang dijadikan semacam ilmu tenung yang dinamai simiaa’, sehingga telah membawa Al-Quran terlampau jauh daripada pangkal aslinya.

Sunday, January 25, 2015

Pendahuluan Surat Al-baqarah

Surat yang kedua ini bernama Surat Al-Baqarah yang berarti lembu betina, karena ada kisah tentang Bani Israil disuruh oleh Nabi Musa AS mencari seekor lembu betina akan disembelih, yang tersebut pada Ayat 67 sampal 74. Adapun nama Surat-surat Al-Quran bukanlah sebagai judul dari satu rencana atau nama dari satu buku yang menerangkan suatu hal yang khas, hanyalah sebagai tanda belaka dari Surat yang dinamai itu, dan bukan karena nama itu lebih penting dari yang lain yang diuraikan di dalamnya, karena semuanya penting. Yang menentukan nama-nama ini adalah Rasulullah SAW sendiri dengan petunjuk Jibril AS.

Surat Al-Baqarah adalah Surat yang paling panjang di antara 114 Surat dalam Al-Quran, mengandung 286 Ayat yang panjang-panjang, mengandung 2 juz berlebih sepertiga dari Al-Quran. Diturunkan di Madinah.

Untuk meresapkan perasaan membaca Surat Al-Baqarah ini hendaklah kita ingat bahwa sebagian besar daripada Ayatnya diturunkan pada mula-mula Rasulullah SAW pindah (hijrah) ke Madinah. Mula-mula mendirikan masyarakat Islam setelah 13 tahun menegakkan akidah di Mekkah, dan mendapat tantangan hebat dari kaum Quraisy. Sekarang telah dapat menegakkan cita dengan bebas, karena kesediaan kaum Anshar menyambut Iman dan Rasul. Maka mulai dari hari pertama beliau datang ke Madinah, nama negeri itu ditukar dari nama lama, Yatsrib atau Thibah menjadi Madinah atau lebih tegas lagi Madinatul-Rasul, Kota Utusan Tuhan.

Secara berfikir kenegaraan modern, dengan pergantian nama negeri dari Yatsrib kepada Madinah itu, mafhumlah kita bahwa suatu kekuasaan telah berdiri, hanya tinggal menunggu pengakuan. Dan dapat pula hal ini kita persambungkan dengan sariyah atau patroli yang selalu beliau kirimkan ke luar kota Madinah, untuk menjaga dan mengawasi kalau-kalau ada serangan musuh.

Bersamaan dengan penukaran nama negeri itu, didirikan pula sebuah masjid. Dari masjid itulah diatur ibadat dan mu’amalat dan keputusan hukum dan diterima tamu-tamu dari luar negeri dan diatur siasat perang dan damai.

Meskipun telah terlepas daripada tantangan kaum musyrikin Quraisy yang di Mekkah, dan meskipun telah dapat menyusun kekuatan Islam dan melancarkan hukumnya, di Madinah mulailah berhadapan dengan kaum Yahudi, yang telah duduk di negeri itu sejak beratus tahun, setelah terjadi berkali-kali pengusiran raja-raja Romawi atas mereka dari Palestina.

Mereka merasa bahwa kelas mereka lebih tinggi dari penduduk Arab asli yang tinggal di negeri itu — yang umumnya dari persukuan Aus dan Khazraj — sebab mereka memeluk agama Tauhid, mempunyai Kitab Taurat dan kedatangan berpuluh Nabi di jaman dahulu.

Kepada orang-orang Arab penduduk asli itu kerap mereka membanggakan tentang kepercayaan mereka, dan di masa itu sudah mulai ada perasaan bagi mereka bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan. Pernah juga mereka menyebut kepada orang Arab itu bahwa Kitab Taurat mereka ada menyebut bahwa akan datang lagi seorang Rasul yang akan menyempurnakan hukum Taurat.

Orang-orang Arab Aus dan Khazraj itu — keturunan dari Arab Qahthan yang datang terpencar dari Arabia Selatan setelah runtuh kerajaan Saba’ — kerapkali mereka merasa rendah diri mendengar cerita-cerita kebanggaan orang-orang Yahudi itu, yang mencap mereka tidak berperadaban, tidak mempunyai anutan yang tertentu dan hanya menyembah berhala.

Perkataan-perkataan orang Yahudi inilah yang sebagian besar mendorong mereka, bila mereka telah mendengar bahwa seorang Nabi telah lahir di Mekkah, mereka datang sembunyi-sembunyi mempelajari bagaimana keadaan Nabi itu yang sebenarnya. Mereka datang sembunyi karena takut dimusuhi oleh orang Quraisy sendiri dan merahasiakannya juga dari orang Yahudi yang selalu menyebut kedatangan Nabi itu.

Akhirnya menjadi kenyataanlah bahwa Rasulullah pindah ke Madinah, diiringkan oleh kaum Muhajirin dari Mekkah dan disambut oleh orang Arab yang mereka pandang hina itu, yang mereka diberi gelar kehormatan oleh Rasulullah yaitu Anshar, pembela atau penolong Nabi, pembela atau penolong Islam.

Dengan siasat yang balk sekall, mulai saja pindah ke Madinah, Rasulullah telah membuat berbagai perjanjian dengan kaum Yahudi itu, agar bertetangga dengan baik, akan sama mempertahankan negeri Madinah jika dia diserang dari luar, dan mereka disebut Ahlul-Kitab, tidak disamakan pandangan kepada mereka dengan pandangan kepada kaum musyrikin, melainkan diperlakukan dengan hormat.

Tetapi kian lama kian nyata bahwa perjanjian-perjanjian bertetangga baik itu tidaklah mereka junjung tinggi. Mereka kian lama kian menunjukkan sikap angkuh, merasa diri lebih, menentang, menguji Nabi dan menghina Islam.

Maka kita dapatilah dalam Surat Al-Baqarah ini Ayat-ayat yang telah mulai menghadapi mereka, yang dalam bahasa sekarang disebut konfrontasi. Tetapi dasar dari tantangan itu ialah menyadarkan mereka pokok ajaran Tauhid dan mengingatkan pertolongan-pertolongan yang telah diberikan Illahi kepada mereka.

Dan memperingatkan pula bahwa ajaran yang dibawa Muhammad ini bukanlah memusuhi Yahudi, tetapi sambungan dari usaha Rasul-rasul yang dahulu, bahwasanya baik Yahudi dan Nasrani, atau ajaran yang dibawa Muhammad sekarang, hanya satu saja rumpun asalnya, yaitu agama “Menyerah diri kepada Allah”, yang telah dimulal oleh nenek-moyang mereka Ibrahim AS.

Ibrahimlah yang menurunkan Ishak dan Ya’qub yang menimbulkan Bani Israil. Dan Ibrahim pula yang beranak Ismail, lalu menurunkan Muhammad SAW dan Arab Mustaribah. Kedatangan Muhammad ialah mengajak semua supaya kembali kepada agama “Menyerah diri kepada Tuhan” ajaran Ibrahim itu, yang dalam bahasa Arabnya disebut Islam.

Disamping soal menghadapi Yahudi ini timbul lagi soal lain, yaitu Arab penduduk Madinah sendiri yang merasa diri mereka “dilangkahi” tersebab kedatangan Rasulullah ke Madinah. Selama ini pimpinan atau leadership dipegang oleh mereka, tetapi sejak RasuluUah SAW datang, mereka merasa tersingkir. Akan dihadapi secara kasar, ternyata telah kalah sebab pandangan orang ramai (opini publik) telah menerima Rasulullah.

Inilah yang menjadi kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubai. Kaum munafik inipun menjadi “penyakit” dalam tubuh masyarakat Islam. Di hadapan, mereka mengakui beriman, di belakang mereka mencemooh, dan berusaha dalam segala kesempatan untuk menghambat terbentuknya kekuatan Islam. Kalau perlu dan ada keuntungan, merekapun sudi berkawan dengan kaum Yahudi itu. Dan kalau ada serangan dari pihak Quraisy, mereka dengan sembunyi-sembunyi menyatakan persetujuan.

Adapun orang Quraisy di Mekkah sendiri, berpindahnya Rasulullah SAW ke Madinah adalah sangat mencemaskan mereka. Sebab sudah terang bahwa Muhammad di Madinah akan kuat dan teguh. Merekapun lalu menyusun terus kekuatan buat memberantas Islam yang mulai tumbuh di luar Mekkah dan Madinah, karena masih menganggap kaum Quraisy pimpinan mereka, maka merekapun turut menentang Muhammad.

Itulah tiga front yang dihadapi di Madinah pada masa itu. Tentu saja di antara ketiga front itu, front Yahudilah yang lebih meminta perhatian, lebih dari yang lain. Dalam kepercayaan Islam, mereka itu berpokok dalam satu ajaran Tuhan.

Tetapi keagamaan mereka sudah membeku, sudah jumud, karena diselubungi oleh adat dan pengaruh, dan sudah nyata pula bahwa kitab Taurat yang suci itu sudah banyak berubah, balk dirubah dengan sengaja ataupun karena telah hilang naskahnya yang asli.

Memang sudah sangat lama Taurat yang asli itu tidak ada lagi. Mereka ini diseru diinsafkan dan kalau mereka menentang, dijawab tantangan itu dengan setimpal.

Lantaran itu maka soal-soal membuka kecurangan dan ketidak jujuran Yahudi lalu mengajak mereka kepada jalan yang benar, banyak terdapat dalam surat Al-Baqarah ini. Dan terdapat pula membuka kecurangan kaum munafik.

Tetapi sementara menghadapi yang di luar, maka pembangunan agama dari dalam pun berjalan dengan lancar. Di surat Al-Baqarah bertemulah Ayat-ayat berkenaan dengan rumah tangga, perkawinan dan perceraian. Bertemu peraturan mengerjakan Haji, mengerjakan puasa dan mengeluarkan zakat. Dan mencela keras memakan riba.

Membentuk budi pekerti dengan memperbanyak derma dan sedekah. Dan satu peraturan yang terpenting di dalam surat Al-Baqarah ialah mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis ke Mekkah, dengan ini Islam mendapat pribadinya.

Peraturan ini didahului dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS, diperintahkan Tuhan mendirikan Baitullah. Dengan peralihan kiblat orang dapat mengerti bahwa Muhammad bukan membawa peraturan baru asal mengganjil saja, tetapi menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim AS.

Dan dalam surat Al-Baqarah sudah mulai diadakan perintah Jihad, kebolehan berperang di dalam mempertahankan akidah.

Banyak lagi Surat-surat yang lain diturunkan di Madinah, tetapi Surat Al-baqarah adalah termasuk surat yang terdahulu sekali, meskipun ada juga beberapa Ayat yang kemudian datangnya, dimasukkan ke dalam susunan Surat Al-Baqarah karena hubungan isinya.

Dalam pada itu terdapatlah di Surat ini pembangunan jiwa kaum mukminin di dalam memegang teguh agama, menegakkan budi dan menyebarkan dakwah:

    Supaya mempunyai kesungguh-sungguhan dan memberikan teladan yang baik yang akan ditiru orang.
    Kesanggupan menegakkan dalil dan alasan bahwa golongan yang tidak menyetujui ajaran Islami, adalah pada pendirian yang salah.
    Jangan merasa lemah dan hina karena kemiskinan atau karena berpindah dan tempat kelahiran ke tempat yang baru, karena mereka pindah adalah karena dibawa cita-cita. Dan jangan gentar menghadapi bahaya.
    Bersiap dan berwaspada terus, sedia senjata dan berani menghadapi bahaya, karena mereka selalu dalam kepungan musuh.
    Kuatkan hati, perdalam pengertian tentang iman dan perhebat hubungan dengan Allah dengah melakukan ibadat dan takwa: sehingga kikis dari diri sendiri dan dari masyarakat segala kebiasaan jahiliah yang telah lalu.
    Dirikan rumah tangga yang baik, persuami-istrian yang tentram dan alirkan pendidikan kepada anak, dan sebarkan cinta kepada sesama manusia, kepada keluarga terdekat, anak yatim dan orang fakir miskin.

Inilah beberapa intisari dari Surat Al-Baqarah yang kelak akan disempurnakan lagi oleh Surat-surat yang sebagai berikutnya, Aali ‘Imran, An- Nisaa dan seterusnya.

Ayat-ayatnya agak panjang, tidak ketat dan pendek seperti Surat-surat Mekkah. Demikian umumnya Surat-surat Madinah, sebab ialah karena dia sudah banyak memperincikan hukum, apatah lagi karena telah bercampur dengan menghadapi orang Yahudi, yang bahasa Arab mereka tidak sefasih bahasa yang dipakai oleh orang Quraisy di Mekkah.

Saturday, November 29, 2014

Sepuluh Orang Terkaya Di Dunia

Majalah Forbes melanjutkan tradisinya merilis daftar orang terkaya di dunia pada hari ini, Rabu 30 September. Dari daftar Forbes 400 tersebut, terlihat bahwa yang kaya tetap semakin kaya.

Total kekayaan 400 orang terkaya di Amerika Serikat mencapai USD2.29 triliun atau sekitar Rp27,8 ribu triliun, naik USD270 miliar dibanding tahun lalu. Pendiri dan mantan CEO Microsoft Bill Gates masih berada di posisi pertama sebagai orang terkaya di AS.

Berikut daftar 10 orang kaya dari industri Teknologi Informasi yang kami kutip dari Business Insider.


10. Charles Ergen Rp205 triliun

Charles Ergen adalah pendiri dan CEO DISH Network.








9. Paul Allen Rp206 triliun


Paul Allen adalah salah satu pendiri Microsoft bersama Bill Gates pada tahun 1975. Dia meninggalkan perusahaan tersebut sesudah didiagnosis menderita kanker. Namun, dia berhasil sembuh dan memutuskan untuk hidup mewah.


8. Michael Dell Rp212 triliun


Michael Dell mendirikan Dell Computer Corp saat masih menjadi mahasiswa di University of Texas pada tahun 1983. Pada Oktober 2013, dia mengubah Dell dari perusahaan terbuka kembali terutup.



7. Steve Ballmer Rp271 triliun


Steve Ballmer
baru mengundurkan diri sebagai CEO Microsoft pada Februari 2014. Dia sudah menjabat posisi tersebut selama 14 tahun.




6.Jeff Bezos Rp362 triliun


Jeff Bezos bukan nama asing di dunia IT. Dialah pendiri Amazon dan pemilik baru koran Washington Post.





5. Sergey Brin Rp377 triliun


Sergey Brin adalah pendiri Google bersama sahabatnya Larry Page ketika mereka sedang menyelesaikan suti Phd di Universitas Stanford.




4. Larry Page Rp387 triliun


Larry Page mengambil alih CEO Google sejak tiga tahun lalu. Sejak saat itu, saham Google terus meningkat.





3. Mark Zuckerberg Rp423 triliun

Mark Zuckerberg mendadak kaya raya sejak Facebook go public pada tahun 2012.





2. Larry Ellison Rp586 triliun


Larry Ellison adalah Pendiri sekaligus CEO terlama Oracle ini sudah sejak lama tercatat sebagai orang terkaya di dunia. Tak mengherankan jika ia tak hanya mampu membeli rumah, tetapi juga pulau di Hawaai.




1. Bill Gates Rp985 triliun


Kekayaan Bill Gates naik USD9 miliar dibanding tahun lalu berkat naiknya harga saham Microsoft. Hal ini wajar, karena Bill masih tercatat sebagai salah satu pemegang saham individu terbesar di perusahaan raksasa tersebut.
ABE